...Dan Mereka Terus Berjuang
Rokok terselip di antara jari-jarinya dihisap dalam-dalam. Dia melirik jam di pergelangan tangan kirinya, memperhitungkan waktu yang tersisa, sambil menyeruput Coca-Cola dingin. Tak lama sang MC pun menyebutkan acara berikutnya, segera dia mematikan rokok dan meraih tongkat. Dengan bertumpu pada kedua tongkatnya, dia berjalan tertatih menuju panggung dengan tenang. Memilih tempat duduk di atas amplifier, dia bersiap dengan mic andalannya dan menunggu aba-aba dari teman yang lain. Mulutnya membuka, dan suara merdunya pun meneriakkan "Terajanaaaaaaa...."
Dia mampu menyetir mobilnya sendiri dengan bantuan kedua tongkatnya, fasih memegang dan menyalakan rokok diantara jari-jarinya yang tidak sempurna. Dengan mukanya yang cukup ganteng, dia termasuk cowok playboy, apalagi didukung suara yang yahud. Dia tidak menepis bantuan orang lain, tetapi juga tidak bergantung mencari bantuan.
Hebatnya lagi, dia tidak sendirian. Kita bisa mengagumi keindahan karya seorang pelukis yang memegang kuas dengan jari-jari kakinya. Salah satu teman perempuanku, yang dengan penuh kegigihan berjuang dengan sebuah kakinya yang lebih pendek, hidup sendiri di negara orang sejak umur 15 tahun. Seorang bapak dengan penuh kesabaran menuangkan kuah sop ke dalam mangkuk-mangkuk, menjepit centong di sela jarinya yang tak lengkap.
...dan mereka terus berjuang
No comments:
Post a Comment