Tuesday, September 11, 2007

Nothing Last Forever


Seorang teman berpesan kepada saya...jangan terlalu mencintai apapun dan siapapun yang kamu miliki, karena sifatnya cuma sementara dan setiap saat Tuhan bisa mengambilnya kembali. Karena biar gimana pun, apapun yang kita miliki adalah milikNya dan Dia berhak mengambilnya hak milikNya kapanpun juga.

Saya menyadari sepenuhnya makna dari kalimat tsb, cuma baru bener-bener melihatnya di depan mata pada hari ini. Seorang teman yang disayang telah dipanggil kembali ke pangkuanNya dalam umur yang masih muda...32 tahun. Baru beberapa hari masuk RS, setelah sebelumnya tidak pernah ada klaim penyakit berat mampir, dan ternyata sudah habis masanya di dunia ini. Kenyataan itu terlihat di mata sang istri, yang ngoceh semalaman menceritakan tentang kehidupan mereka berdua selama 2 tahun pernikahan.

Ketika saya menatap mata sang istri, saya melihat ketegaran dan kerelaan di situ yang menimbulkan kekaguman yang luar biasa. Sementara di sisi lain, saya melihat kegelisahan dan ketidakrelaan yang besar di mata sahabat almarhum, yang notabene juga teman dekat saya. Merasa bahwa belum cukup banyak waktu yang dihabiskan bersama sahabatnya, merasa bahwa masih banyak janji yang belum terpenuhi, penyesalan karena tidak sempat memperlihatkan dan mengatakan rasa sayang untuk terakhir kalinya.

Penyesalan itu engga akan ada habisnya. Engga ada yang pernah tahu kapan orang yang kita sayang akan pergi, juga kapan kita sendiri akan dipanggil. Lewat kalimat di atas, kita selalu diingatkan bahwa kita harus tetap sayang ama Tuhan lebih dari segalanya...atau kita akan terus terpuruk dalam penyesalan dan tidak akan pernah rela.


Oh Tuhan...
Haruskah Kau panggil dirinya
Milikku hanya dia
Mengapa diriku yang Kau beri luka?
Tak sanggup kuterima
(KuasaNya - Cokelat, Segitiga 2003)