Wednesday, October 18, 2006

Rumah Itu...Hidup Ini...Cinta?


Tadi malam seorang teman bercerita bahwa salah satu teman angkatannya di kampus mengalami perceraian. Gayung bersambut...cerita ini pun memicu kisah lain dari teman yang lain. Topik bergulir ke arah kenapa semakin banyak terjadi perceraian akhir-akhir ini, bukan cuma pada selebritis tapi juga teman-teman kita sendiri.

Pagi ini, percakapan itu masih berputar-putar di kepala saya (apalagi didukung dengan soundtrack yang 'kebetulan' pas). Dalam mobil ber-AC, mendadak saya kepanasan dan keringat dingin, dengan pikiran berkecamuk engga keru-keruan. Keresahan menyusup, ketakutan menghantui akan ketidakmampuan melanjutkan langkah.


Ternyata cinta tidak bisa berbuat banyak ketika kita sudah memasuki rumah yang namanya perkawinan, tapi justru sekarung pemahaman, sumur toleransi dan segudang komunikasi berkualitas yang bisa menyelamatkan rumah itu dari keruntuhan. Sebagai manusia yang setiap hari berhubungan dengan orang banyak, seakan-akan mudah buat kita untuk "merasa" mampu melakukan. Ketika kebutuhan hidup semakin tinggi, baik suami maupun istri harus sama-sama bekerja untuk bisa memenuhi kebutuhan (coz we've got bills to pay!), ditambah dengan kemacetan kota ini yang semakin lama semakin tidak bisa diterima akal sehat (mengutip Dee Lestari, yang dikutip temanku tadi malam, "Terkutuklah Jakarta yang membuat penduduknya tua di jalan"), kehadiran anak tercinta yang sangat menyita perhatian, kepusingan pekerjaan yang bisa membuat kita jadi autis mendadak, habislah sudah semua energi yang kita punya. Tak ada yang tersisa untuk mendengarkan keluhan pasangan tersayang dan meladeni egonya. Sounds cliche...but that's the reality bites that we have to live with. Hanya kita yang bisa menentukan apakah cinta itu akan mati.


Buang semua puisi antara kita berdua

Kau bunuh dia

Sesuatu yang kusebut itu cinta
(Hapus Aku - Nidji, Breakthru 2006)


1 comment:

Anonymous said...

Aduh Nana, gak seburam itu kok.. Buat gw yang udah menjalani-nya gak sesusah itu kok.. pasti ada learning curve yang mesti dilalui.. dan cinta yang bikin proses belajar itu jadi menyenangkan..

Cinta disini bukan perasaan cinta yang menggebu seperti saat pacaran, tapi cinta = kesadaran untuk tidak pernah lupa kenapa dulu bisa jatuh cinta sama orang ini.

Jadi sebelum menjalani perkawinan, coba pikir2 dulu: are you falling ini love with him for the 'right' reasons?? Kalo iya, Insya Allah, Allah-nya juga akan bantu... ;)