Thursday, September 21, 2006

Kemewahan Sebuah Pilihan

Pernahkah kita pikirkan kemewahan apa saja yang sudah dan bisa kita miliki?

Rumah besar, mobil mentereng (pake kaca v-cool dan velg 19”?), uang banyak, handphone high-end, baju-baju bagus, sepatu bermerek, tas bertumpuk, kesehatan, keluarga bahagia... probably you have it all.

Satu hal yang sering kali tidak masuk dalam hitungan kita...pilihan dalam hidup.

Saya baru menyadari betapa punya pilihan itu adalah sebuah kemewahan tersendiri. Alangkah senangnya apabila sebuah keputusan yang kita ambil bukan karena keputusan itu adalah satu-satunya pilihan yang kita punya...whether we like it or not. Seperti ketika seorang lawyer bergelar master membela idealismenya dengan menjadi menjadi Deputy Communication Director di West Wing-nya White House ketimbang partner di sebuah law firm ternama di New York yang bergaji besar (sekali!). Atau seorang model yang memilih pacaran dengan si aktor A yang ganteng dan mengeliminir si pembalap yang kaya. Atau seorang manager yang memilih di antara 2 perusahaan besar, berdasarkan gaji yang ditawarkan.

Di tengah keruwetan pikiran karena bingung harus memilih, saya dihadapkan pada kenyataan dunia. Setiap pagi, mobil-mobil piaraan ayah saya selalu dicuci dan dibersihkan oleh satu orang tukang cuci berumur sekitar 16 tahun. Seperti layaknya ibu-ibu yang lain, ibu saya pun punya “biodata” si anak ini dan menceritakannya kepada saya. Si tukang cuci punya kekurangan pada fisik dan perkembangan otaknya akibat sebuah penyakit ketika kecil, yang mengakibatkan dia susah untuk bicara dan tingkat kecerdasan di bawah rata-rata (walaupun tidak bisa dibilang terbelakang). Dulunya dia bekerja di sebuah tempat cuci motor dengan gaji sepersepuluh honor yang dia terima di rumah saya, plus kaki yang bolong-bolong akibat sabun yang tidak layak. Melihat dia mencuci lebih dari 1 mobil sambil berjongkok dan membungkuk dengan baju basah (ngeliat dia saja sudah terbayang capeknya…huh), membuat saya bersyukur kepada Yang Di Atas.

Pilihan apa yang dia punya? Bahkan sekolah pun bukan pillihan buatnya, karena masalah keuangan keluarga. Pekerjaan apalagi. Sementara dia masih sangat muda, masih harus menghadapi perjalanan hidup yang panjang. Tapi dia pun masih bisa menghargai yang dia dapatkan saat ini dengan tersenyum dan menjajani keponakan tersayangnya.

Sudah saatnya kita yang punya banyak kelebihan dan punya keleluasaan untuk memilih, kembali menghargai setiap kelebihan dan pilihan dengan menjalani tanpa mengeluh dan meraih yang terbaik. Karena tidak semua orang punya kemewahan untuk menentukan pilihan.


No comments: