A Letter To Prambors...
Sebenarnya, ini bukan surat pertamaku untuk Prambors. Back in 1999, empat kali aku mengirimkan surat lamaran ke Prambors, demi menjadi seorang wadyabala. Saat jadi seorang produser, di tahun 2000, aku mengirimkan sebuah surat penuh kemarahan, karena merasa dikecewakan oleh Prambors. Tapi aku terus bertahan...sampai hari ini.
Hari ini...tepat hari ini...ketahananku jebol sudah...
Enam tahun sudah aku berjalan bersamanya. Si anak kuliahan culun yang engga tahu apa-apa, hanya bisa mengerjakan apa yang diperintahkan, seperti boneka tangan. Satu demi satu ilmu aku pungut di sana, aku jahit dan aku hias dalam kepalaku. Nyaris pernah dikeluarkan karena dianggap tidak mampu berkarya sesuai standard, aku terus bertahan hingga hari ini, dimana aku dipercaya untuk memegang kendali penciptaan karya. Tak terhingga besarnya rasa terima kasihku atas ilmu, pengalaman, kenangan, penghargaan, persahabatan dan amarah.
Sebuah surat...hanya selembar...tapi penuh arti dan makna.
Akhirnya, setelah dua tahun bergulat dengan pikiranku sendiri, aku berani untuk membuat surat tersebut. Setelah merasa terdesak oleh hati dan rasional, aku mampu untuk menyerahkan surat tersebut. Tidak terhitung jumlah helaan napas yang mengiringi irama keyboard notebook, ketika surat itu dibuat. Tak tertahankan air mata mengambang, mengaburkan pandangan hati, ketika surat itu diserahkan. The magic of a letter. Surat pengunduran diriku...
And everytime I try to pick it up
Like falling sand
As fast as I pick it up
It runs away through my clutching hands
(A Letter To Elise - The Cure, 1992)
No comments:
Post a Comment