Tuesday, June 01, 2004

Bandung, 30 Mei 2004, 17:30

A Place We Called Phenomenal

Di kota metropolitan seperti Jakarta, tempat-tempat hiburan disediakan untuk tipe orang macam apapun. Mulai dari si kutu buku, coffee drinker, alcoholic, tukang nongkrong sampai party goers.

Tapi sebagai orang yang termasuk ke dalam semua tipe di atas, saya punya pilihan tempat yang menurut saya fenomenal.

Sebuah tempat di bilangan Kota, terletak di sebuah bangunan sejenis ITC dan ruko, mempunyai servis 24 jam, dan dikunjungi oleh amat beragam jenis, tipe dan kelas sosial manusia, untuk satu tujuan…mencari kesenangan.

Tempat itu mampu membuat seseorang tidak menginjakkan kaki di rumah sebulan lamanya. Tempat itu juga yang bisa menarik orang di saat matahari terbit, maupun di saat bulan bersinar. Seorang anak manusia merelakan tubuh dan pikirannya dikendalikan. Laki-laki mampu mendapatkan segala yang dimiliki oleh perempuan. Dompetmu seakan tak mempunyai kunci dan terus saja mengalah pada keinginan dan hasrat. Tempat yang sanggup terus menerus menyuntikkan keceriaan dalam pikiranmu.

Saya masih ingat kali pertama saya menginjakkan kaki di tempat itu. Dalam keadaan tidak sepenuhnya sadar, akibat pengaruh Malam Tahun Baru, saya masih mampu merasakan suasana yang tidak “biasa” dari tempat itu. Cahaya yang kontras dengan suasana luar gedung, dimana matahari baru saja tersenyum. Manusia-manusia yang bergeletakan di tangga, menundukkan kepala seakan malu memperlihatkan wajahnya.

Pembicaraan dengan beberapa teman mengenai “dunia lain”, membuat tempat itu tersebut namanya. Terucap bahwa di tempat tersebut banyak “setannya”. Kenapa kata itu diberi tanda kutip? Karena menurut saya, kata tersebut mengandung makna ambigu.

Mungkin saja di tempat itu memang bersemayam makhluk-makhluk tak nampak oleh kasat mata. Tapi tempat itu pun bisa membuat seseorang yang, pada dasarnya, punya hati yang baik, tingkat intelejensia yang tinggi, berada, cantik, ganteng dan sederet kelebihan lainnya, menjadi “setan” bagi dirinya sendiri maupun orang lain.

Seorang teman bercerita, bahwa dia pernah melihat seorang perempuan, hanya mengenakan pakaian dalam, menangis di sebuah pojokan. Pengalaman pribadi, merasa diteror karena diikuti oleh laki-laki tak dikenal dengan pandangan “tidak biasa”. Teman-teman yang lain pernah merasa ketakutan setengah mati, gara-gara imitasi seekor naga yang menjadi hiasan. Entah pengaruh apa yang menjalari tempat itu.

Tempat yang tidak ingin kukunjungi lagi…

S….T….A….D….I….U….M

Thanks to Geng Hura-Hura di Malam Tahun Baru yang memperkenalkan gue dengan keganjilan sebuah tempat yang fenomenal, obrolan ngalor ngidul dengan Ronny dan Lola, musik dance yang membuat “hidup makin hidup”.

No comments: